Sabtu, 24 Desember 2011

analisis konflik


Analisis Konflik

v   Diskripsi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli, antara lain:
Ø  Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Ø  Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Ø  Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Ø  Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan setres.
Ø  Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Ø  Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.
Ø  Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
Ø  Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi.
Ø  Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
Ø  Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.

v  Contoh Konflik
Salah satu contoh konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah kesalah pahaman atau maksud tujuan yang tas saling sepaham. Bahkan terkadang menjadikan tak terpecahkan bahkan tidak ada solusi yang tepat. Salah satu contoh kasus ini adalah terjadi di desa Lebaksiu, Kabupaten Tegal.
Memainkan rebana yang dilakukan para ibu-ibu setiap sore menjadikan dua pemahaman yang berbeda antara satu sama lain. Ibu-ibu yang ikut serta dalam memainkan alat rebana menganggap bahwa itu adalah hal yang positif. Bahkan dengan adanya itu kita dapat memajukan masyarakat lebih maju karena memanfaatkan alat-alat rebana itu sebagai bagian dari seninya orang islam. Apalagi saat sekarang rebana menjadi sorotan para ibu-ibu pengajian untuk lebih meramaikan kegiatan atau acara pengajian mereka.
Tetapi, masyarakat sekitar yang umumnya sesepuh di masyarakat itu berpendapat lain. Mereka menganggap bahwa kegiatan latihan rebana yang rutin di adakan tiga kali dalam satu minggu atau bahkan memaikan langsung di acara ibu-ibu pengajian membuat hal yang negatif. Menurutnya acara mereka hanya mengganggu istirahat orang. Bahkan mereka menjelek-jelekan irama dan lagu yang dibawakn ibu-ibu rebana tidak layak dan bagus untuk di dengar. Mereka para sesepuh juga beranggapan bahwa suara adalah aurat. Bahkan hal ini menjadikan alasan utama mengapa mereka tidak menyukai acara atau kegiatan rebana ibu-ibu pengajian.
Hal ini menjadikan sebenarnya dalam masyarakat mereka ada konflik yang mengganjal. Mereka satu sama lain salaing menganggap bahwa diri mereka lah yang benar. Dalam keseharian, mereka tidak menganggap itu suatu masalah yang besar. Mereka menjalani layaknya warga negara yang baik dalam bermasyarakat. Tetapi ketika pelatihan atau pelaksana rebana itu diadakan. Itu masih menjadi gerumbelan masyarakat disekitar. Sehingga ini merupakan tipe laten konflik. Dimana pada saat itu berlangsung sebenarnya ada akar yang mendasar antara keduanya atau dalam konflik mereka. Tetapi di dasar atau di luar tidak tampak adanya konflik tersebut.

v  Pentingnya Pendekatan Analisis Konflik
Sebagai calon analist social atau aktivis social yang akan hidup dan berkarya ditengah masyarakat yang sarat dan rawan dengan konflik kekerasan termasuk konflik social dan politik, seperti di Maluku, kita sudah barang tentu perlu mengetahui dengan lebih baik tentang dinamika, hubungan dan isu-isu dalam suatu situasi tertentu, sehingga kita akan terbantu merencanakan strategi dan melakukan tidakan yang lebih baik. Wawasan pengetahuan dan pemahaman dimaksud umumnya bisa ditempu melalui dua cara yakni: pertama, dengan menjalankan analisis konflik secara rinci dari berbagai sudut pandang; tetapi bisa juga melalui upaya menggali isu-isu dan masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan konflik-konflik tersebut. Dengan demikian, analisis konflik amat penting dilakukan. Adapun analisis konflik dimengerti sebagai suatu proses intelektual-praktis untuk mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya pemahaman ini membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan merencanakan tindakan.
v  Alat bantu untuk menganalisis situasi konflik
Ada sejumlah alat bantu (instrument) untuk menganalisis konflik dan menjelaskan cara penggunaannya dalam kasus-kasus penanganan konflik tertentu, yakni: 1) penahapan konflik; 2) pengurutan kejadian; 3) segitiga SPK (sikap-perilaku-konteks); 4) Analogi bawang Bombay (Donat); 5) Pohon Konflik; 6) Analisis Kekuatan Konflik; 7) Analogi Pilar; dan 8) Piramida. Dibawah ini yang akan di bahas adalah tentang analisis piramida.
v  Analisis Piramida
Teknik piramida merupakan sebuah alat bantu analisis konflik dalam bentuk grafik yang menunjukkan tingkat-tingkat stakeholder (para pihak pemangku kepentingan) dalam suatu konflik. Tujuannya yakni: untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku utama, termasuk kepemimpinan, pada masing-masing tingkat; untuk memutuskan pada tingkat mana anda sedang mengatasi konflik sekarang dan bagaimana anda melibatkan tingkat-tingkat lainnya; juga untuk menilai tipe-tipe pendekatan atau tindakan-tindakan tepat yang dilakukan untuk pada masing-masing tingkat; dan untuk mempertimbangkan cara-cara untuk membangun kaitan antartingkat; serta untuk mengidentifikasi para sekutu yang potensial masing-masing tingkat. Teknik ini digunakan ketika menganalisis situasi yang tampaknya melibatkan beberapa pelaku di berbagai tingkat; tetapi juga ketika merencanakan berbagai tindakan untuk mengatasi konflik multitingkat; serta manakala memutuskan dimana energi difokuskan.