Sabtu, 24 Desember 2011

analisis konflik


Analisis Konflik

v   Diskripsi Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa sertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli, antara lain:
Ø  Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
Ø  Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.
Ø  Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.
Ø  Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan setres.
Ø  Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.
Ø  Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif.
Ø  Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam pandangan ini, pertikaian menunjukkan adanya perbedaan antara dua atau lebih individu yang diekspresikan, diingat, dan dialami.
Ø  Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi.
Ø  Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat.
Ø  Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda – beda.

v  Contoh Konflik
Salah satu contoh konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah kesalah pahaman atau maksud tujuan yang tas saling sepaham. Bahkan terkadang menjadikan tak terpecahkan bahkan tidak ada solusi yang tepat. Salah satu contoh kasus ini adalah terjadi di desa Lebaksiu, Kabupaten Tegal.
Memainkan rebana yang dilakukan para ibu-ibu setiap sore menjadikan dua pemahaman yang berbeda antara satu sama lain. Ibu-ibu yang ikut serta dalam memainkan alat rebana menganggap bahwa itu adalah hal yang positif. Bahkan dengan adanya itu kita dapat memajukan masyarakat lebih maju karena memanfaatkan alat-alat rebana itu sebagai bagian dari seninya orang islam. Apalagi saat sekarang rebana menjadi sorotan para ibu-ibu pengajian untuk lebih meramaikan kegiatan atau acara pengajian mereka.
Tetapi, masyarakat sekitar yang umumnya sesepuh di masyarakat itu berpendapat lain. Mereka menganggap bahwa kegiatan latihan rebana yang rutin di adakan tiga kali dalam satu minggu atau bahkan memaikan langsung di acara ibu-ibu pengajian membuat hal yang negatif. Menurutnya acara mereka hanya mengganggu istirahat orang. Bahkan mereka menjelek-jelekan irama dan lagu yang dibawakn ibu-ibu rebana tidak layak dan bagus untuk di dengar. Mereka para sesepuh juga beranggapan bahwa suara adalah aurat. Bahkan hal ini menjadikan alasan utama mengapa mereka tidak menyukai acara atau kegiatan rebana ibu-ibu pengajian.
Hal ini menjadikan sebenarnya dalam masyarakat mereka ada konflik yang mengganjal. Mereka satu sama lain salaing menganggap bahwa diri mereka lah yang benar. Dalam keseharian, mereka tidak menganggap itu suatu masalah yang besar. Mereka menjalani layaknya warga negara yang baik dalam bermasyarakat. Tetapi ketika pelatihan atau pelaksana rebana itu diadakan. Itu masih menjadi gerumbelan masyarakat disekitar. Sehingga ini merupakan tipe laten konflik. Dimana pada saat itu berlangsung sebenarnya ada akar yang mendasar antara keduanya atau dalam konflik mereka. Tetapi di dasar atau di luar tidak tampak adanya konflik tersebut.

v  Pentingnya Pendekatan Analisis Konflik
Sebagai calon analist social atau aktivis social yang akan hidup dan berkarya ditengah masyarakat yang sarat dan rawan dengan konflik kekerasan termasuk konflik social dan politik, seperti di Maluku, kita sudah barang tentu perlu mengetahui dengan lebih baik tentang dinamika, hubungan dan isu-isu dalam suatu situasi tertentu, sehingga kita akan terbantu merencanakan strategi dan melakukan tidakan yang lebih baik. Wawasan pengetahuan dan pemahaman dimaksud umumnya bisa ditempu melalui dua cara yakni: pertama, dengan menjalankan analisis konflik secara rinci dari berbagai sudut pandang; tetapi bisa juga melalui upaya menggali isu-isu dan masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan konflik-konflik tersebut. Dengan demikian, analisis konflik amat penting dilakukan. Adapun analisis konflik dimengerti sebagai suatu proses intelektual-praktis untuk mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang. Selanjutnya pemahaman ini membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan merencanakan tindakan.
v  Alat bantu untuk menganalisis situasi konflik
Ada sejumlah alat bantu (instrument) untuk menganalisis konflik dan menjelaskan cara penggunaannya dalam kasus-kasus penanganan konflik tertentu, yakni: 1) penahapan konflik; 2) pengurutan kejadian; 3) segitiga SPK (sikap-perilaku-konteks); 4) Analogi bawang Bombay (Donat); 5) Pohon Konflik; 6) Analisis Kekuatan Konflik; 7) Analogi Pilar; dan 8) Piramida. Dibawah ini yang akan di bahas adalah tentang analisis piramida.
v  Analisis Piramida
Teknik piramida merupakan sebuah alat bantu analisis konflik dalam bentuk grafik yang menunjukkan tingkat-tingkat stakeholder (para pihak pemangku kepentingan) dalam suatu konflik. Tujuannya yakni: untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku utama, termasuk kepemimpinan, pada masing-masing tingkat; untuk memutuskan pada tingkat mana anda sedang mengatasi konflik sekarang dan bagaimana anda melibatkan tingkat-tingkat lainnya; juga untuk menilai tipe-tipe pendekatan atau tindakan-tindakan tepat yang dilakukan untuk pada masing-masing tingkat; dan untuk mempertimbangkan cara-cara untuk membangun kaitan antartingkat; serta untuk mengidentifikasi para sekutu yang potensial masing-masing tingkat. Teknik ini digunakan ketika menganalisis situasi yang tampaknya melibatkan beberapa pelaku di berbagai tingkat; tetapi juga ketika merencanakan berbagai tindakan untuk mengatasi konflik multitingkat; serta manakala memutuskan dimana energi difokuskan.

Jumat, 17 Juni 2011

Sistem Pers di Indonesia

Sistem Pers Media Penyiaran Televisi Di Indonesia
                                              Oleh Siti Umi Umaroh        

Pers merupakan bagian (subsistem) dari sistem yang lebih besar, yaitu sistem komunikasi. Sedangkan sistem komunikasi adalah sistem yang berbeda dengan sistem lainnya. Yang mempunyai fungsi komunikasi. Pada dasarnya pers adalah sebuah produk kebudayaan barat. Peran pers sendiri selalu dikaitkan dengan masyarakat lingkungannya. Maka dalam hal ini wajar apabila pers di Negara berkembang itu mempunyai peran yang berbeda dengan peran di Negara maju.
Pers di Negara berkembang masih harus berhadapan dengan bagian yang cukup besar dari masyarakat yang “miskin informasi” dan belum termotivasi untuk menjadikan informasi sebagai kebutuhan pokok dalam skala prioritas kebutuhan mereka khususnya di Negara Indonesia. Untuk itu peran pers di Indonesia sebagai sarana penghibur yang mengambil tempat cukup penting. Peranan pers lebih menunjukan pada peran yang “membangun” untuk memberikan informasi, mendidik, dan menggerakan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Pers dan Negara Berkembang
Pers di Indonesia telah mengalami metamorphosis. Di masa pemerintah Bung Karno, kita pernah condong ke negara-negara warsawa, seperti Polandia dan Rusia yang menganut paham teori aothoritaria. Lalu dimasa Soeharto, menganut paham teori media pembangunan yang lebih condong kepada model aothoritaria pula. Konsep ideologinya, media harus mampu dan wajib mendukung keberhasilan rezim dalam upaya menghimpun kekuasaan politik untuk pengembangan ekonomi, social dan budaya. Kemudian pada masa peemerintahan sesudahnya yakni pemerintah Habidie, Gus Dur dan Megawati pers Indonesia yang telah mengalami kondisi trauma terhadap model authoritarian dengan serta-merta menganut paham libertarian ekstrim.
Dalam hubungan pers dan pemerintah lebih mengarah pada paham “pers yang bertanggung jawab sosial”. Oleh karena itu hubungan pers dan pemerintah lebih mendekatkan pada konsep partnership daripada adversary (pers lawan pemerintah). Idonesia merupakan negara berkembang. Dan dalam negara berkembang terdapat karakteristik negara- negara berkembang dapat disebutkan :
a.             Sistem pemerintahannya pada umumnya masih mengikuti sistem pemerintahan Negara bekas penjajahnya dengan beberapa penyusaian. Dengan demikian system persnya tidak lain juga merupakan pengalihan dari system pers Negara bekas penjajahnya.
b.            Negara – Negara berkembang berada dalam keadaan transisi, tidak stabil, dalam taraf menemukan identitasnya. Dengan demikian maka pola hubungan pers dan pemerintah tidak terlepas dari keadaan demikian itu.
c.             Negara-negara berkembang, pada umumnya terlibat dalam proses kegiatan pembangunan. Maka pers dalam hubungan ini dituntut untuk terlibat dalam proses kegiatan pembangunan seperti agen of change.
Sedangkan ciri-ciri khusus sistem pers di negara-negara berkembang dapat di sebutkan sebagai berikut :
1.               System persnya cenderung mengikuti system pers Negara penjajahnya.
2.               Pers di Negara berkembang sampai saat ini berada dalam bentuk transisi.
3.               Negara berkembang pada umumnya sedang membangun.
4.               Secara umum kebebasan pers di Negara berkembang diakui ada, tetapi dalam pelaksanaanya terdapat pembatasan-pembatasan.
5.               Pada umumnya pers di Negara berkembang mengalami masalah yang sama dibidang komunikasi yaitu : ketimpangan informasi, monopoli, dan pemusatan yang berlebihan dari sumber dan jalur komunikasi.
6.               Sistem dan pola hubungan antara pers dan pemerinth mempunyai tendensi perpaduan antara system-sistem.
Sistem Pers : Media Penyiaran
Sebelum membahas mengenai sistem penyiaran ada baiknya kita memahami beberapa istilah yang terkait dengan organisasi penyiaran sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang penyiaran yang berlaku saat ini, yaitu Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang penyiaran. Undang-Undang penyiaran di indonesia membagi jenis stasiun penyiaran kedalam empat jenis, yaitu: a). stasiun penyiaran swasta b). stasiun penyiaran berlangganan c). stasiun penyiaran publik, dan d). stasiun penyiaran komunitas.
Ada tiga pilar untuk lebih jelas dalam memahami sistem pers media penyiaran. Untuk memperjelas kajian mengenai tiga pilar sistem penyiaran akan diuraikan terlebih dahulu relasinya dengan teori pers. Yaitu:
1. Authoritarian Theory
Berciri media sebagai alat propoganda pemerintah, fungsi pers menjustifikasi kebenaran pendapat pemerintah terhadap berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan masyarakat. Pers boleh mengeluarkan kritik sejauh tidak bertentangan dengan status quo rezim berkuasa.
2. Libertarian Theory
Teori ini sebagai antitesis dari Authoritarian Theory, memiliki ciri bahwa pers bukanlah alat pemerintah dan bisa dimiliki dan dioperasikan oleh siapapun. Akan tetapi, hukum industrial membuat kepemilikan media hanya terpusat pada pemodal besar yaitu kepentingan pemodal mengakumulasikan keuntungan.
3. Communist Theory
Merupakan varian atau kelanjutan dari Authoritarian Theory, menurut teori ini media bersifat integral dengan partai politik atau pemerintah tidak diperkenankan adanya kepemilikan media secara pribadi. Media menyebarkan pandangan, terutama bersumber dari ucapan pejabat negara.
4. Social Responsibility Theory
Merupakan pengembangan sekaligus kritikan terhadap Libertarian Theory. Pers harus dibebaskan dari intervensi pemerintah, namun sensibilitas berdampak buruk pers liberal; yaitu kepemilikan media yang monopolistik sehingga potensi manipulasi informasi oleh kekuatan modal harus diantisipasi dengan regulasi. Prinsip penciptaan ruang publik menjadi dasar Social Responsibility Theory. Umtuk menjamin kepentingan umum, dimungkinkan adanya intervensi negara secara terbatas. Social Responsibility Theory, dikenal dengan badan independen yang akan memantau dan menilai fungsi Sosial pers.
Seluruh pembahasan teori pers diatas berakar pada sistem politik pada ekonomi yang dianut suatu negara. Dalam sejarah perkembangan pers, teori-teori tersebut dalam praktek  mengalami pergeseran dan bahkan percampuran aplikasi sehingga sulit mengidentifikasikan suatu negara menganut teori pers tertentu secara mutlak. Secara sederhana integrasi itu hanya dapat berlangsung ke dalam 2 arus besar, yaitu teori pers libertarian yang dilanjutkan dengan teori pers social responsibility dan teori pers authoritarian yang berkembang dengan teori pers komunis.
Kriteria sistem penyiaran yang demokratis dapat ditelusuri pada paradigma demokrasi, di mana sebuah sistem yang demokratis memiliki multi kekuatan politik yang berkompetisi dalam sebuah wadah institusi. Partisipan dalam kompetisi yang demokratis dapat memiliki kelebihan yang berbeda dalam sektor ekonomi, organisasi dan modal ideologi. Sistem penyiaran demokratis bercirikan perlindungan kepentingan publik, pluralitas dan kompetisi yang teratur antar sesama institusi penyiaran sehingga demokrasi sebagai sebuah pandangan hidup terdiri dari empirisme rasional, pementingan individu, teori instrumental tentang negara, prinsip kesukarelaan, hukum dibalik hukum, penekanan pada soal cara, musyawarah dan mufakat dalam hubungan antar manusia, persamaan asasi semua manusia.
Sistem pers dan penyiaran yang fungsional bagi proses demokratisasi adalah yang mampu menciptakan public sphere, ruang yang terletak antara komunitas ekonomi dan negara di mana publik melakukan diskusi yang rasional, membentuk opini mereka serta menjalankan pengawas terhadap pemerintah. Pers dan pemerintah tidak boleh menjalin kemitraan yang melembaga dan mereka memiliki fungsi berbeda untuk menghormati peran masing-masing. Oleh karena itu, sistem penyiaran diharuskan bebas dari belenggu pemerintah karena Ia menggunakan frekuensi.
Sistem Pers : Media Televisi
Severin  mengatakan bahwa teori tanggungjawab social yaitu setiap orang yang memiliki sesuatu yang penting untuk dikemukakan harus diberikan hak dalam forum, dan jika media dianggap tidak memenuhi kewajibannya, maka ada pihak yang harus memaksanya. Model pers ini dialami Indonesia setelah masa Orde Baru usai, yaitu pada masa Reformasi. Pers Indonesia bebas menggunakan haknya untuk meliput berita, akan tetapi ia juga dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan berita yang disampaikan.
Dalam hal ini masing-masing media juga kini harus berebut sponsor iklan agar bisa melangsungkan jalannya media tersebut. Oleh karena itu, biasanya kaum pengiklan punya ikut campur dalam urusan isi berita. Hal ini tentunya juga demi keuntungan yang diinginkan pihak pengiklan tersebut. Sedangkan dari sisi kepemilikan media adalah Aburizal Bakrie dan Surya Paloh yang kebetulan keduanya memiliki stasiun televisi yang tayangan utamanya berbasis pada berita. Otomatis, masing-masing stasiun televisi tersebut digunakan untuk saling bersaing mempropagandakan keunggulan masing-masing demi suksesnya tujuan mereka.
Kegiatan penyiaran televisi di indonesia di mulai pada tanggal 24 Agustus 1962, bertepatan dengan dilangsungnya pembukaan pesta olahraga se-Asia waktu Asean Games di senayan. Sejak itu pula televisi Republik Indonesia (TVRI) di pergunakan sebagai stasiun sampai sekarang.
Siaran berita televisi pada masa Orde Baru ditujukan semata untuk kepentingan pemerintah, yaitu sebagai alat propaganda bagi kebijakan pemerintah dan sebagai situs bagi definisi rezim ini tentang kebudayaan nasional Indonesia. Televisi swasta dikontrol untuk tidak memproduksi siaran sendiri, akan tetapi merelay siaran berita TVRI dari Jakarta. TVRI sengaja menayangkan berita tentang pemerintahan pada malam hari untuk mengetahui reaksi pemerintah tentang berita yang ada pada media cetak pada pagi harinya. Kemudian mereka dapat menyaring berita yang baik untuk menjaring dukungan rakyat terhadap pemerintah.
Untuk saksi mata, berita pada TVRI selalu menghadirkan saksi mata dari pihak pemerintahan.
Sejak resmi diberlakukannya Undang-Undang No.32/2002 tentang Penyiaran di Indonesia, telah membuka peluang dan sekaligus tonggak penting bagi eksistensi televisi lokal, sekaligus membuka harapan akan munculnya sebuah iklim demokratis bagi munculnya media penyiaran di seluruh Indonesia. Rencana DPR untuk mengesahkan RUU (rancangan Undang-Undang) Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 (untuk mengganti UU No. 24 tahun 1997) pernah mendapat tanggapan yang beragam.meskipun kalangan praktisi penyiaran menolak UU Penyiaran, tetapi tidak sedikit kelompok masyarakat yang justru menerima. Beberapa di antara poin penting mengapa UU penyiaran itu perlu diterima antara lain:
1.       Karena sebuah program siar membutuhkan lembaga yang mengatur lalu lintas pesan yang disiarkan.
2.       Sebuah aturan penyiaran harus ada peraturan yang mengatur.karena kalau tidak diatur masyarakat tidak bias menikmati acara yang disesuaikan dengan kultur budaya di masyarakat.
3.       Sanksi yang diberikan oleh pemerintah atau KPI tidak berarti bawa di situ ada “pemberedelan” media.
4.       UU penyiaran sebenarnya akan menambahkan daya saing antartelevisi swasta di Indonesia.
5.       UU penyiaran akan mengurangi dampak buruk televise. Seperti kasus pornografi yang merajalela.
6.       Adanya UU penyiaran jangkauan siar dan regulasi kurang menguntungkan.
Pengakuan atas media penyiaran lokal dan komunitas yang tertuang di dalam Undang-Undang tersebut merupakan sejarah baru bagi dunia penyiaran di Indonesia. Harus diakui, bahwa media merupakan salah satu pilar kekuatan di negara ini, termasuk keberadaan televisi lokal yang menjadi salah satu unsur penegak pilar tersebut. Televisi Lokal yang hadir dengan semangat otonomi daerah sangat di rasakan dampak kehadirannya sebagai warna baru dunia penyiaran di Indonesia.
Kehadiran televisi lokal, menjadi solusi penting untuk menyuarakan kebutuhan bagi seluruh lapisan masyarakat di daerah yang dibungkus dalam program sosial, ekonomi, budaya, pariwisata, ekonomi dan unsur kedaerahan lain. Dibungkus dengan kemasan lokal yang kental, televisi lokal diharapkan dapat mempersembahkan yang terbaik bagi masyarakat sesuai dengan budaya ditempat masing-masing.
Dalam perkembangannya, keberadaan televisi lokal yang berkembang di Indonesia, tidak terlepas pula dari kepentingan bisnis dan (dalam sebagian motif) digunakan semata sebagai perpanjangan korporasi media yang ada di tingkat nasional, sehingga dengan demikian tujuan keberadaannya menjadi bias dan tidak mewakili kepentingan bagi masyarakat lokal.
Sistem pers media penyiaran televis lokal yang ada di Indonesia ternyata masih mengedepankan kepentingan diri sendiri atau pemilik stasiun dari pada masyarakat luar yang ikut menyuarakan pendapatnya untuk pemerintah. Sistem penyiaran berpihak kepada publik sebagai pemilik infrastruktur dan harus menjamin kemerdekaan masyarakat hanya sebagai bumbu mengisi siaran berita yang ingin disampaikan atau disiarkan pada masyarakat atau khalayak.
-Siti Umi Umaroh
Mahasiswa KPI 2008

Daftar Pustaka


Kamis, 16 Juni 2011

Semut Omel Berjiwa Besar
  • Dongeng Anak            
Suatu hari di negeri para semut. Ketika itu para semut-semut sedang bekerja keras mencari makanan. Mereka bekerja saling bantu membantu untuk mengumpulkan makanan, membentuknya menjadi butiran-butiran untuk mempermudah pengangkatannya. Dengan dipimpin kapten Omel semuanya mudah untuk dikerjakan bersama.
Tapi, ketika itu sepertinya akan turun hujan, awan semakin gelap menyelimuti. Angin mulai menghembus, titik-titik hujan mulai jajuh bergiliran. Dengan keadaan seperti itu kapten Omel mulai memberikan tanda untuk menyelamatkan diri masing-masing. Tanpa bertanya kepada kaptennya pasukan-pasukan semut yang lain mengerti maksud kaptennya tersebut.
ayo… lari teman-teman, cari tempat berteduh. Hujan akan turun” seru kapten Omel yang juga memberikan tanda tempat berteduh yang aman untuk saat itu.
Seketika hujan turun semakin deras. Semut-semut berlari bolak-balik kekanan dan kekiri, sepertinya mereka kebinggungan. Tapi itulah gaya khas yang dimiliki oleh binatang semut. Mereka tidak penah berjalan dengan lurus
~#~

Ditengah keributan para semut untuk menyelamatkan diri masing-masiang  seekor semut tercepit sendiri. Dia terpeleset ketika akan lari menyelamatkan dirinya, dan sebatang pohon jatuh tepat di atas tubuhnya. Semut itu bernama Kasta. Kasta mencoba  mengangkat batang kayu itu, tapi dia tidak sanggup karena seorang diri. Dia tidak menyerah untuk mencari bantuan dari temannya.
tolong, tolong aku teman-teman, aku tercepit dan terperangkap batang ini.” Kasta berteriak dengan kencang, namun tak seorang pun yang mendengarnya. Karena pada waktu itu semut-semut yang lainnya bolak-balik kekiri dan kekanan sibuk untuk menyelamatkan dirinya masing-masing.
Setelah beberapa kali Kasta mencoba mencari bantuan. Kasta tidak tau harus berbuat apa lagi agar temanya melihat dirinya yang tidak tak berdaya. Saga sahabat sejati Kasta yang dari tadi kebinggungan dengan tindakan sahabatnya Kasta berteriak-teriak terus menerus.
Saga mencoba mendekati Kasta dan terus memanggilnya. Tapi Kasta tidak sadar ketika itu Saga memanggilnya. Sampai dihadapan Kasta, Saga hanya menanyakan keberadaan Kasra yang dari tadi berteriak-teriak, dengan nafasnya yang hampir habis memanggilnya.
Kasta yang dari tadi menahan rasa sakit di kakinya langsung menunjukkan ketidak berdayanya dirinya oleh sebatang pohon diatas tubuhnya.
apakah kau tidak melihat sahabatku, tubuhku terjebak batang pohon ini, tolong selamatkan aku…” Pinta Kasta kepada sahabnya Saga dengan penuh harapan sahabatnya dapat menolong dirinya.
Saga terkejut, dan tidak mampu untuk mengangkat batang pohon dari tubuh Kasta. Saga terus berfikir untuk mengambil jalan yang tepat. Kasta pun juga ikut berfikir. Karena percuma saja mereka berteriak. Tidak ada yang memperdulikan mereka.
Tiba-tiba Saga lari meninggalkan Kasta. Hujan semakin deras menyirami tanah. Teman-teman Kasta semakin sedikit, semuanya sudah menemukan tempat untuk berteduh. Kasta hanya berdoa agar selamat dari cobaan yang dialaminya, berharap agar Sahabatnya Saga datang menyelamatkan. Karena dia yakin sahabatnya tidak mungkin meninggalkannya seorang diri.
Lima belas menit kemudian Saga datang bersama kapten Omel dan teman-temannya. Mereka baru datang untuk menyelamatkan Kasta karena mereka menunggu hujannya reda. Ketika menunggu hujan reda Saga dan kapten Omel juga cemas memikirkan Kasta yang sendiri menahan sakit di tenggahnya hujan.
kasta, lihat aku membawa teman-teman untuk menyelamatkan kamu.” Saga cemas, karena Kasta tidak menjawabnya.
sepertinya dia pingsan, karena tidak bisa menahan ini semua.”Ujar kapten Omel pada pasukannya, dan memerintah agar segera mengangkat batang pohon di atas tubuh Kasta. Menggotongnya untuk dibawa ke tempat berteduhnya.
Dengan tanda-tanda yang diberikan kapten Omel, mereka mulai menjalankan tugas mereka masing-masing. Semut ini sebagai binatang yang saling membantu, bergotongroyong, dan santun dalam menyapa sesamanya meski tidak saling menggenalnya.
Semua semut pun bekerja sama untuk menyelamatkan Kasta temannya. Meski licin mereka tidak menyerah dan terus berusaha untuk menyelamatkan Kasta. Akhirnya berhasil. Kasta segera dibawa pergi untuk segera diberi perawatan yang baik.
Meski jumlah pasuakannya (semut) sangat banyak, tapi kapten Omel berusaha menyelamatkan jiwa pasukannya dengan penuh tanggungjawab. Karena baginya ini dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari mereka, dimana mereka diberi bekal untuk saling membantu sesamanya. Mekipun tidak kenal tapi mereka satu pekerjaan yang sama, yaitu menggumpulkan makanan untuk kelangsunngan hidup mereka.
Saga merawat sahabatnya Kasta. Dan kapten Omel pun untuk  memberi dispensasi kepada Saga tidak bekerja mencari makanan seperi biasanya. Ia diberi tugas untuk merawat dan menjaga Kasta. Yang menurut kapten Omel, Saga lah yang selama ini dekat dengan Kasta bahkan seperti satu keluarga.
~#~